Mendapatkan cinta dengan mengesampingkan restu atau mendapatkan restu dengan membuang cintamu." 29. "Tuhan membuat semuanya indah di waktu yang tepat. Jika tidak indah, itu hanya waktunya saja yang belum tepat." 30. "Sesuatu yang terlihat buruk pada awalnya bisa menjadi sesuatu yang indah pada waktunya." 31.
Kita melanjutkan pembahasan Kidung Agung; judul khotbah hari ini diambil dari judul yang diberikan LAI berikan dalam bagian ini, yaitu âMempelai Laki-laki dan Mempelai Perempuan Puji-memujiâ. Sebelum Gary Chapman mengeluarkan buku yang terkenal itu, âThe 5 Love Languagesâ, yang salah satunya adalah âwords of affirmationâ, hal ini sudah dibicarakan Kitab Suci sejak jauh-jauh hari sebelumnya. Bagian yang kita baca tadi, jangan dimengerti sebagai kalimat rayuan gombal, yang tidak tulus, omong kosong, dsb. âbukan seperti itu; ini perkataan yang tulus, ini suatu pengakuan acknowledgement. Dan, pujian kepada pasangan seperti ini, tidak perlu dibenturkan dengan penyembahan berhala, atau tidak mau memuji karena nanti bisa bikin orangnya jadi sombong, dsb. âmungkin sebetulnya orang yang tidak mau memuji itu sendiri yang hatinya sempit, pelit pujian. Hati yang sempit, tidak bisa memuji orang lain; hati yang sempit tidak bisa mengatakan tentang kebaikan orang lain. Jadi, ketika Saudara membaca bagian ini, yang tentu konteksnya lebih sempit, yaitu kehidupan pernikahan, maka words of affirmation seperti dibicarakan dalam dunia modern, sebetulnya sudah ada. Ayat 15 dan 16 di sini terjemahannya sedikit berbeda. Ayat 15, âLihatlah, cantik engkauâ, adalah perkataan dari mempelai laki-laki, lalu ayat 16, âLihatlah, tampan engkauâ, adalah perkataan dari mempelai wanita. Bagian ini sebetulnya di dalam bahasa aslinya, keduanya pakai istilah yang sama, yaitu beautifulâ, hanya saja mungkin kita agak geli kalau pakai istilah cantikâ kepada laki-laki, jadi lebih baik pakai tampanâ. Tapi kalau Saudara baca secara puisinya, di sini memakai kata yang sama, sehingga betul-betul terlihat paralelnya. Bukan hanya itu, masih ada paralel-paralel lain yang nanti akan kita lihat. Kita masuk dulu ke ayat 15, dikatakan âLihatlah, cantik engkau, manisku, sungguh cantik engkau, bagaikan merpati matamuâ. Mengapa di sini pakai istilah merpatiâ? Ternyata bukan hanya Kidung Agung yang memakai istilah merpatiâ dalam kaitan dengan cinta, Richard Hess bahkan memberanikan diri untuk menafsir, bahwa ketika dalam peristiwa baptisan Yesus muncul burung merpati âyang kita tahu adalah Roh Kudusâ bagian ini tetap ada kaitan dengan cinta. Kaitan gambaran burung merpati sebagai simbol dari cinta, itu dinyatakan di dalam peristiwa baptisan Yesus tersebut, karena dikatakan dalam Matius 317 lalu terdengarlah suara dari sorga yang mengatakan âInilah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Nyalah Aku berkenanââ, dan sebelumnya, di ayat 16 dikatakan langit terbuka dan Ia Yesus melihat Roh Allah seperti burung merpati turun ke atas-Nyaâ. Ini tafsiran yang menarik, karena biasanya jarang mengaitkan Roh Kudus, apalagi burung merpati, dengan cinta/kasih; dan memang ayat 16 dan 17 tidak bisa dipisahkan. Menurut Richard Hess, burung merpati sebagai simbol cinta, ada di dalam ketiga Injil sinoptik, yaitu di dalam peristiwa baptisan Yesus. Di dalam Kidung Agung, hal ini kemudian dikaitkan dengan mata, âbagaikan merpati matamuâ. Apa sebenarnya yang disimbolkan di sini? Mengapa pakai merpatiâ? Tentu saja pengertiannya bisa banyak sekali, tapi salah satu yang bisa kita katakan adalah adanya kehidupan yang lincah lively, dan sudah pasti ketulusan juga termasuk di dalamnya. Maksudnya, dari mata terpancar sesuatu, mau mengatakan bahwa ada cinta. Dikatakan di ayat 15 tadi, âbagaikan merpati matamuâ, berarti ini bukan mata yang tidak ada cahayanya, mata yang sayu, yang tidak peduli, apalagi yang penuh dengan kebencian; ini adalah mata yang memancarkan cinta. Dari situ kita tahu, perempuan ini mencintai sang mempelai laki-laki. Mereka melihat satu sama lain, mereka memandang mata satu dengan yang lain; dan mereka tahu dari pancaran mata itu, bahwa ada cinta yang keluar. Kita sudah membahas bahwa kitab Kidung Agung ini banyak bermain dengan panca indra. Dalam kitab ini, panca indra penting. Kitab ini tidak banyak bicara hal-hal seperti refleksi filosofis philosophical reflection, atau perenungan yang secara akal reasonable contemplation, dan semacam itu, tapi lebih banyak bicara tentang indra, tentang persepsi indrawi sensory perception, sangat bersifat tubuhâ, melibatkan panca indra, bukan seperti dalam filsafat yang lebih menekankan kontemplasi rasional, dsb. Dan salah satunya, yang diangkat di sini adalah persoalan mataâ; dari pandangan mata, kita bisa mengekspresikan cinta ayat 15. Ayat 16, tanggapan dari mempelai perempuan âLihatlah, tampan engkau, kekasihku, sungguh menarik; sungguh sejuk petiduran kita.â Sayang sekali, di dalam Bahasa indonesia bagian ini tidak terlalu jelas waktu dikatakansungguh sejuk petiduran kitaâ; demikian juga dalam terjemahan ESV, âour couch is greenâ. Dalam bahasa aslinya, sebetulnya istilah yang dipakai cukup menarik, yaitu ra anana, yang artinya adalah spreading tree. Jadi, our bedâ atau our couchâ ini, dikatakan dalam ESV is greenâ hijau, sehingga kita mungkin pikir ini cuma urusan warna, bahwa petidurannya hijau; tapi sebetulnya dalam bahasa aslinya yang dimaksud adalah seperti pohon yang bertumbuh, yang berkembang terus. Penekanannya lebih kepada bertumbuh-nya, daripada pohon-nya. Apa artinya? Artinya, di dalam cinta ada pertumbuhan; cinta bukan sesuatu yang statis, tidak bertumbuh dan akhirnya tidak berbuah. Kita menantikan banyak buah, di dalam kehidupan yang saling mencintai. Di dalam hubungan suami istri, tentu saja buah yang paling dekat yang bisa kita bicarakan adalah anak; dengan hubungan cinta, Tuhan mengaruniakan anak, dan dengan tepat kita bisa katakan anak-anak sebagai buah cinta. Selain tentang anak, kita tahu bahwa melalui cinta, pengharapan kita bisa bertumbuh. Hidup ini perlu pengharapan; dan pengharapan terkandung di dalam cinta. Paulus di dalam 1 Korintus 13 mengatakan âkasih itu mengharapkan segala sesuatuâ. Di dalam cinta, ada pengharapan; pengharapan terkandung di dalam cinta. Manusia hidup, memerlukan pengharapan, karena tanpa pengharapan, akan sulit dan tidak ada kekuatan untuk melihat ke depan, untuk bergerak, dsb. Pengharapan itu dari mana? Bukan dari optimisme naif, tapi dari mencintai; orang yang mencintai, dia mengharapkan. Waktu kita tidak mengharapkan lagi, sebetulnya kita berhenti mencintai. Waktu Saudara mulai give up dengan relasi âbaik relasi suami istri, relasi laki-laki dan perempuan, atau relasi yang lebih luas seperti persahabatanâ waktu Saudara berhenti berharap, berarti Saudara berhenti mencintai. Pengharapan hope itu sendiri termasuk juga spreading treeâ ini; di dalam bahasa yang sangat puitis, âpetiduran kita seperti pohon yang berkembang, yang akan bertumbuh ke atas, yang akan memberikan buah-buah.â Selain pengharapan, kita juga bisa membicarakan sukacita joy. Dalam seminar dengan MRII di Eropa kemarin, kami membicarakan kaitan antara witness and joy; kita tidak bisa bersaksi tanpa sukacita. Kalau Kekristenan dilihat sebagai agama yang suram dan muram, yang orang-orangnya terlihat seperti banyak masalah, tidak keluar-keluar dari masalah, ditambah lagi kita menghiasnya dengan kalimat âkita sedang pikul salib âmaka kita suram dan muramâ salibnya beratâ, saya sekali lagi mau mengingatkan, bahwa Tuhan Yesus mengatakan, kuk yang Dia pasang itu enak dan beban-Nya pun ringan. Kalau Saudara merasa Kekristenan itu tidak enak dan bebannya berat, maka ada yang salah di dalam kehidupan Saudara. Sukacita adalah buah dari mencintai. Kita tentu saja bisa membicarakan sukacita di dalam berbagai aspek. Sukacita sendiri adalah buah Roh, seperti kita baca dalam Surat Galatia; tapi kalau kita boleh mengaitkannya dengan bagian kita, kita bisa mengatakan bahwa salah satu dari buah cinta fruit of love adalah sukacita sejati true joy. Bukan kebetulan, di dalam pembicaraan Paulus kasih disebutkan sebagai yang pertama âkasih, sukacita, damai sejahteraâ karena kasih yang sejati itulah yang membawa kepada sukacita. Sukacita ini berbeda dari kesenangan yang dari dunia. Kesenangan dari dunia adalah kesenangan karena kita memperoleh apa yang kita inginkan; dengan mendapatkan apa yang kita mau, kita jadi sukacita. Ini sukacita yang kekanak-kanakan. Kalau kita mengaitkan sukacita dengan cinta, ini berarti bahwa justru waktu kita sanggup mencintai, waktu kita bukan terus-menerus mengharapkan dicintai tapi sebaliknya mencintai dengan aktif, maka kasih yang membuat kita mengasihi itulahyang memberikan sukacita yang sejati âsebagaimana di dalam Alkitab dikatakan yang lebih berbahagia adalah yang memberi daripada yang menerimaâ. Orang yang mencintai, hidupnya lebih joyful; orang yang kurang joyful, dia sebetulnya kurang mencintai. Sama seperti di dalam cinta ada pengharapan, kita percaya juga di dalam cinta ada sukacita yang sejati. Kalau kita mau lebih mengerti apa artinya sukacita Tuhan, jadilah seperti Tuhan. Tuhan itu mencintai, Tuhan itu mengasihi, Dia di dalam sukacita yang penuh, dan Dia adalah sukacita itu sendiri, Dia adalah kasih itu sendiri. Saudara dan saya belajarlah jadi spreading tree ini, bukan jadi pohon yang statis dan tidak bertumbuh, tapi terus-menerus bertumbuh, makin luas, makin tinggi, makin berbuah. Apakah buahnya? Dalam hal ini, setidaknya adalah pengharapan, sukacita; ini adalah akibat/buah dari cinta kasih mereka. Pasal 1 ini diakhiri dengan pembicaraan di ayat 17, âkayu aras balok-balok rumah kita, dari kayu eru papan dinding-dinding kita.â Kitab Kidung Agung ini sangat berbicara tentang alam natural world yang adalah ciptaan Tuhan, dan demikian juga cinta; cinta kehidupan suami istri itu ada di dalam konteks teologi penciptaan theology of creation. Di dalam teologi ciptaan, Tuhan memberikan hal itu sebagai kado, supaya manusia bersukacita di dalamnya. Jadi Kidung Agung dan natural world ini tidak bisa dipisahkan. Dan bukan kebetulan bagian terakhir ini ditutup dengan pembicaraan tentang kayu aras, kayu eru âtentang dunia ciptaan. Ini bicara tentang sesuatu yang manusia dapatkan dari alam, tapi manusia itu sendiri kemudian menggunakan dengan mengelolanya. Jadi di sini ada dua hal. Di satu sisi adalah pemberian Tuhan, Tuhan yang memberikan, inilah dunia Bapaku, di dalamnya kita bersukacita karena ini diciptakan oleh Bapakuâ. Di sisi lain, ini bukan cuma bicara tentang kayu aras, tapi kayu aras yang menjadi balok-balok rumah kita, bukan cuma bicara tentang kayu eru, tapi bicara tentang papan dinding-dinding kita; jadi ada urusan mengelola/membudayakan alam cultivate. Ini mengingatkan kita dengan Kejadian pasal 2, perintah untuk mengusahakan dan memelihara taman; yang kita mau tekankan di sini, adanya kata mengusahakanâ. Memang memelihara juga, tapi bukan memelihara dalam arti jadi pecinta lingkungan environmentalist yang tidak boleh menyentuh alam sama sekali karena alam dianggap suci seperti Tuhan âyang seperti itu, bukan pandangan Kristen. Tentu saja ekstrim yang lain, yang mengeksploitasi dan menghancurkan alam sampai merusak ekologi, dsb., juga salah, jelas berlawanan dengan perintah dalam Kejadian 2, bahwa kita musti memelihara taman itu. Memelihara bukan berarti tidak mengusahakan; dalam memelihara, ada pengelolaan/pembudayaan cultivation. Di dalam bagian ini, kayu aras dan kayu eru adalah ciptaan Tuhan yang diberikan kepada manusia, tapi manusia juga bertanggung jawab untuk mengelolanya jadi balok-balok, papan dinding-dinding rumah; demikian juga halnya dengan cinta dan relasi suami istri. Orang yang jatuh cinta, itu suatu pemberian Tuhan di dalam konteks keindahan ciptaan; tapi jangan tidak diusahakan. Tidak ada tension sama sekali di sini. Ini bukanlah sesuatu yang karena ini kado dari Tuhan, jadi saya tidak boleh sentuhâ âitu bukan ekologi Kristen; ekologi Kristen tidak mengajarkan bahwa Saudara tidak boleh berbuat apapun terhadap alam sama sekali. Pada zaman Barok ada yang namanya French garden, yang ada di bagian belakang istana-istana di Eropa. French garden ini bentuknya sangat geometris; dan kita mungkin mendapat kesan ini taman yang sangat artifisial, setidaknya mau mengatakan bahwa ini taman yang ada sentuhan manusia. Tapi di zaman yang sedikit lebih belakangan, yaitu zaman Enlightenment, ada aliran baru, namanya English garden. English garden ini kontras dengan French garden. French garden menyatakan campur tangan manusia, sedemikian rupa sampai bentuk-bentuknya geometris dan terlihat artifisial; sedangkan English garden dipengaruhi worldview Deis, yang mengatakan bahwa Tuhan, setelah Dia menciptakan, Dia tidak lagi berurusan dengan dunia ciptaan-Nya, Dia tidak menyentuhnya lagi, dunia ciptaan sudah diberikan sistem dan hukum-hukum yang tidak bisa diganggu gugat, dan Tuhan senang dengan itu, sehingga Dia tidak perlu intervensi apa-apa lagi atas dunia ciptaan-Nya. Tentu saja dari perspektif Reformed kita tidak menerima pandangan Deis ini, tapi yang menarik, orang-orang yang mencetuskan aliran English garden ini, karena allahnya adalah allah yang tidak menyentuh dunia ciptaan, yang menciptakan saja lalu tidak ngapa-ngapain, tidak berurusan dengan dunia ciptaannya âdan manusia itu created after the image of godâ maka English garden pun, kontras dengan French garden, dibiarkan sealami mungkin. Menurut mereka, French garden itu ngawur, itu bukan alam, jadi tidak keruan, jadi artifisial, tidak alamiah. Jadi, aliran English garden maunya yang alamiah, tidak usah disentuh, kalau pohon bertumbuhnya begini begitu, ya, sudah, biarkan saja, tidak usah digunting-gunting lalu dibentuk jadi begini begitu, apalagi jadi berbentuk anjing, kelinci, kura-kura, dsb., karena di alam tidak ada yang seperti itu, aneh sekali, biarkan saja sesuai bentuk aslinya. Kembali ke Kidung Agung yang kita baca, menarik bahwa memang sesuatu ini adalah pemberian Tuhan, tapi bukan berarti tidak boleh dikelola/diusahakan. Cinta itu perlu kita usahakan. Bukan karena itu sesuatu yang alamiah lalu jangan disentuh sama sekali, jadi ultra environmentalist misalnya; itu bukan ajaran Kristen. Ajaran Kristen memberikan tanggung jawab, bahkan keberanian,untuk mengusahakan âtermasuk juga dalam hal cinta. Kadang-kadang sebelum menikah orang bergumul mati-matian, apakah ini kehendak Tuhan, apakah ini wanita yang disediakan Tuhan, apakah ini pria yang disediakan Tuhanâ, sampai doa puasa, dsb. Setelah bergumul, akhirnya merasa yakin ini wanita/pria yang diberikan Tuhan dalam kehidupan saya. Tapi setelah itu, akhirnya bubar pernikahannya; lalu kita mulai bertanya-tanya, jangan-jangan dia bukan perempuan yang diberikan Tuhan, jangan-jangan saya salah nikah, jangan-jangan ini bukan pria yang diberikan Tuhan, saya salah nikah sih, akhirnya bubar begini, berarti dulu cari kehendak Tuhan-nya salahâ. Pikiran seperti itu, simplistik sekali. Orang bubar nikah, itu tidak tentu karena pilihnya salah; orang bubar nikah, sangat mungkin karena relasinya tidak diusahakan. Katakanlah Saudara bekerja di tempat yang memang disediakan Tuhan, tapi etos kerja Saudara berantakan, ya, Saudara bisa dipecatlah di sana; dan waktu Saudara dipecat, jangan bilang âO, ini bukan perusahaan yang diberikan Tuhanâ ânanti dulu. Memangnya kalau itu laki-laki atau perempuan yang Tuhan sediakan, maka apapun yang Saudara lakukan, pernikahan itu akan langgeng terus?? Prinsip dari mana yang seperti itu. Pernikahan yang tidak diusahakan/ dibina cultivate, yang kita cuma berkanjang dalam keyakinan ini perempuan yang disediakan Tuhan, ini laki-laki yang disediakan Tuhanâ, tapi tidak membina pernikahan itu, ya, akan rusaklah pernikahannya. Dunia ciptaan ini diberikan Tuhan? Ya. Ini sola gratia? Tentu. Tapi Saudara dan saya musti cultivate, musti membinanya, mengembangkannya. Ini bicara tentang spreading tree. Ini bukan sesuatu yang statis, lalu kita menghibur diri, âtapi ini sudah pohon yang benar, saya sudah tepat koq di bawah pohon iniâ; ini bukan bicara tentang pohon yang satatis dan Saudara statis berada di bawah pohon tersebut, ini bicara tentang spreading tree, pohon yang bertumbuh dan berbuah âkalau kita terus setia di dalam cerita cinta kita. Ayat pertama dari Kidung Agung 2, âBunga mawar dari Saron asphodel aku, bunga bakung di lembah-lembah lotus of the valley.â Ini istilah yang sulit. Istilah bunga mawarâ bagi kita mungkin mudah/biasa, sedangkan asphodel ini istilah yang jarang. Istilah ini dalam Perjanjian Lama muncul di Yesaya 351-2 âPadang gurun dan padang kering akan bergirang, padang belantara akan bersorak-sorak dan berbunga; seperti bunga mawar asphodel ia akan berbunga lebat, akan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-sorai. Kemuliaan Libanon akan diberikan kepadanya, semarak Karmel dan Saron; mereka itu akan melihat kemuliaan TUHAN, semarak Allah kita.â Saya pikir, kita bisa membaca Kidung Agung 21 dari terang Yesaya 351-2 ini, yang juga menyebut asphodel. Di sini ada motif padang gurunâ, ada motif berbunga lebatâ; berbunga lebat dari padang gurun, bahkan padang yang kering. Ini berarti membicarakan keadaan yang tidak menjanjikan, tapi bisa ada kesuburan, ada berbunga lebat, yang kemudian ada sorak-sorai âdalam bahasa Indonesia bahkan sampai diulang 3 kali, âakan bersorak-sorak, ya bersorak-sorak dan bersorak-soraiââdan ada kemuliaan Tuhan. Di dalam Kitab Kidung Agung tidak membicarakan Tuhan âmirip seperti Kitab Ester dan Rut, kitab-kitab yang tidak banyak membicarakan Tuhanâ tapi sebetulnya di sini Tuhan di-assumed, dan sukacitanya Tuhan dianggap sebagai yang memberikan kemungkinan ada sukacita ini, yang memberikan kemungkinan sorak-sorai. Ini mengingatkan kita pada visinya Jonathan Edwards; di dalam salah satu tulisannya, dia mengatakan bahwa Tuhan justru paling dipermuliakan ketika kita paling bersukacita di dalam Dia. Maksudnya, dia mau mengatakan bahwa tidak ada tension antara sukacita kita âkalau kita menghayatinya di dalam Tuhanâ dengan kemuliaan Tuhan. Seringkali kita mengontraskan hal ini, kita pikir kalau kita terlalu bahagia, nanti Tuhan tidak senang; jadi seakan-akan Tuhan itu senang kalau kita muram, kalau kita berdukacita, atau bagaimana?? Di dalam Bahasa Jerman ada istilah schĂĄdenfreude, artinya orang yang bersukacita karena kemalangan orang lain; tapi Tuhan jelas bukan schĂĄdenfreude, sudah pasti Tuhan tidak begitu. Dia sendiri yang menciptakan kita, Dia berbahagia kalau kita berbahagia. Persoalannya, kita ini seringkali berbahagianya bukan di dalam Tuhan. Di dalam kidung Agung, meskipun tidak ada pembicaraan tentang kemuliaan Tuhan, kesenangan Tuhan, bahkan tidak bicara tentang Tuhan, tapi ada ruang yang begitu luas yang diberikan untuk manusia bersukacita. Tuhan sendiri menyediakan sukacita itu. Tuhan dipermuliakan waktu kita mengerti kenikmatan yang diberikan ini. Kita jangan menahan perayaan celebration dengan rasa sungkan, seakan-akan kalau kita celebrate, kalau kita senang-senang âapalagi dengan urusan seksâsepertinya kurang kudus, dan kita mustinya hanya sukacita untuk hal-hal berkenaan dengan atribut-atribut Allah misalnya. Kalau seperti ini, kita masih berpikir secara dualisme. Justru Kidung Agung mau membebaskan kita dari pemikiran dualis seperti ini. Tuhan bisa dipermuliakan melalui sukacita orang yang menikmati seks secara benar di dalam Tuhan. Yesaya 351-2 ini bicara tentang kemuliaan Tuhan, tentang ketidakmungkinan di padang gurun yang kering bisa ada bunga bermekaran, namun asphodel bunga mawar, dalam terjemahan Bahasa Indonesia menjanjikan hal ini. Ini bicara tentang image of fruitfulness di dalam kondisi yang tidak memungkinkan. Relasi cinta, apalagi di dalam kehidupan suami istri, memungkinkan hal ini. Tidak penting Saudara tinggal di mana, entah Saudara tinggal di padang gurun atau di istana, itu tidak jadi soal. Kita jadi salah kalau berpikir saya musti tinggal di jenis rumah kayak begini, yang desainnya saya suka itu, kalau tidak, ya, tidak ada cinta, tidak ada kebahagiaanâ. Saudara, ingatlah asphodel itu, yang memungkinkan adanya bunga bermekaran itu, meskipun sebetulnya di padang gurun kering âentah Saudara di gubuk ataupun istana. Omong-omong, Kidung Agung ini banyak imajinasinya. Dalam hal ini saya cenderung sependapat dengan tafsiran yang mengatakan, bahwa ini sebetulnya imajinasi dari seorang gadis desa, seorang perempuan sederhana; dan dia berimajinasi tentang Salomo serta istananya. Mempelai laki-laki dari perempuan ini, sepertinya bukan Salomo, cuma pemuda biasa, tapi imajinasinya bisa sampai ke Salomo dan istananya. Mengapa bisa demikian? Tentu saja perempuan ini bukan sakit jiwa âimajinasi bukan berarti sakit jiwa âtapi justru karena asphodel/bunga mawarâ memungkinkan hal itu, meskipun di gubuk namun dia bisa melihatnya sebagai istana. Imajinasi seperti ini tentu tidak asing bagi Saudara dan saya; tinggal di gubuk tapi serasa istana, tinggal di rumah sederhana tapi serasa rumah dari kayu aras yang tidak murah itu. Dalam kenyataannya, mungkin bukan seperti itu, mungkin rumahnya gubuk. Jadi, motif asphodel/bunga mawarâ ini, mau menyatakan bahwa sejauh kita mencintai, sejauh kita digerakkan oleh cinta kasih, maka sebuah relasi bisa seperti bunga mawar yang berada di padang gurun/padang kering, yang sebetulnya tidak memberi alasan untuk bisa bergirang. Siapa sih, yang mau bergirang di padang gurun/ padang kering, tentu saja tidak; kalau di tanah perjanjian, ya, bergirang, tapi di padang gurun tentu tidak. Tetapi, motif asphodel/bunga mawarâ, memungkinkan hal itu. Apakah artinya bunga mawar ini? Kita membaca kembali Kidung Agung 21, âBunga mawar dari Saron aku, bunga bakung di lembah-lembah.â Terlihat ada kepercayaan diri confidence di sini; ini bukan sombong tapi kepercayaan diri yang sehat, harga diri self esteem dan citra diri self image yang sehat. Maksudnya, kehadiranku akan mengubah padang gurun ini jadi tempat yang menyenangkan untuk didiami, karena aku ini mawar, asphodel dari Saron. Lihatlah Yesaya 35 tadi, dalam keadaan yang tidak memungkinkan di padang gurun itu, mawar ternyata bisa bermekaran juga, ada kehidupan, ada keindahan âwaktu kita mencintai. Meskipun di padang gurun, ada buah yang bisa dinantikan. Bukan cuma itu, di dalam 1 Raja-raja 7 juga ada pembicaraan tentang bunga bakung atau lotus, dalam terjemahan Bahasa Inggris; secara motif, bunga bakung ini dipakai sebagai dekorasi di bait Allah. Sedikit membaca Kidung Agung 21 dari terang 1 Raja-raja 7, ini berarti tidak ada dualisme antara kebahagiaan cinta dengan âBait Suciâ. Kebahagiaan cinta, dan sikap ibadah/penyembahan kepada Tuhan, bukanlah sesuatu yang di-dualisme-kan. Saya dulu pernah ke sebuah gereja; dan di situ laki-laki dan perempuan tidak duduk bareng, laki-laki di sana, perempuan di sini, orang seperti tidak kenal dengan pacarnya sendiri, karena pemimpin gerejanya bilang âLu jangan duduk sebelahan kayak begitu, Lu kalau mau pacaran, ya, silakan pergi ke taman atau ke mana, tapi ini hari Sabat, di gereja semua musti berhenti dari pacaranâ. Gambaran seperti ini sangat dualis; seperti tidak senang kalau ada orang yang menjalin cinta, itu dianggap sesuatu yang tabu, apalagi di gereja. Tapi Kidung Agung tidak mengajarkan seperti itu. Di sini bicara tentang bunga bakung/lotus, yang dipakai untuk menggambarkan kehidupan cinta, aku seperti bungabakung di lembah-lembahâ; dan ternyata bunga bakung yang sama, juga dipakai untuk dekorasi Bait Allah. Jadi tidak ada dualisme antara kebahagiaan cinta dengan sikap ibadah di hadapan Tuhan. Inilah ironisnya semakin kita menciptakan dualisme, semakin kita kerepotan; semakin kita menganggap sesuatu tabu, semakin itu jadi berhala, karena kita tidak mampu juga untuk menekannya. Kita anggap itu sebagai sesuatu yang rendah, akhirnya kita merasa sedikit jijik, tabu, dsb., kita tidak mau membicarakannya karena kita mau jadi orang yang religiusâ. Tapi justru karena penekanan itu, akhirnya aspek-aspek tersebut jadi tidak dikuduskan, tidak berkait dengan penyembahan kepada Tuhan. Kidung Agung tidak menerima tafsiran seperti itu; yang seperti itu, bukan yang dinyatakan oleh Kidung Agung. Bukan cuma itu, di ayat 2 dikatakan âSeperti bunga bakung di antara duri-duri, demikianlah manisku di antara gadis-gadis.â Kalau kita membandingkan bunga bakung/lotus dengan duri-duri, tentu tidak sebanding sama sekali; mana mungkin keindahan bunga bakung disejajarkan dengan duri-duri. Lalu maksudnya apa? Duri-duri itu sama sekali tidak signifikan; siapa sih, yang melihat bunga bakung dan duri lalu membanding-bandingkan mana lebih bagus?? Sudah pasti tanpa harus berpikir, jelas lebih bagus bunga bakung. Bunga bakung tidak sebanding sama sekali dengan duri-duri. Waktu dikatakan âseperti bunga bakung di antara duri-duri, demikianlah manisku di antara gadis-gadisâ, ini berarti dari perspektif mempelai laki-laki, tidak usah ada perempuan yang lain, semua itu tidak menarik, perempuan-perempuan lain itu cuma seperti duri-duri. Inilah hubungan pernikahan âataupun belum menikahâ yang sehat; suatu kebanggaan yang sehat. Ini jangan ditafsir âlho, dia menghina gadis-gadis yang lainâ; sama juga, tidak lucu kalau kita lalu bilang, âkita juga musti menghargai ciptaan Tuhan seperti duri-duri ini, jangan dihina, dongâ. Bukan ke sana message-nya. Waktu bicara bunga bakung dan duri-duri, di sini sebetulnya jelas sekali mana yang lebih menonjol. Demikian juga, orang yang mencintai seseorang, hatinya bukan mendua, bukan pikir-pikir lihat sana-sini, ini atau itu ya⊠yang ini kakinya lebih menarik, tapi waduh, hidungnya agak pesek⊠yang itu hidungnya mancung, tapi kakinya panjang sebelah⊠susah juga, yaâ, dst., tidak bisa menentukan, lihat-lihat kanan-kiri terus, dsb. Di dalam Kidung Agung, waktu dikatakan âseperti bunga bakung di antara duri-duri, demikianlah manisku di antara gadis-gadisâ, jelas perhatiannya hanya kepada satu gadis itu saja, bukan yang lain. Selanjutnya perkataan itu dibalas di ayat 3, yang sebetulnya pengertiannya dekat sekali atau bisa dibilang sama; dikatakan âSeperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan, demikianlah kekasihku di antara teruna-teruna.â Ini message yang sama, mau mengatakan bahwa di antara para laki-laki yang lain, cuma ada satu ini, yaitu kekasihku ini, yang seperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan. Mengapa di sini pakai apelâ? Kalau kita membaca dalam Perjanjian Lama, apel memiliki nuansa kesegaran. Tidak usah jauh-jauh, masih di pasal 2 Kidung Agung ini, juga muncul apelâ di ayat 5 âKuatkanlah aku dengan penganan kismis, segarkanlah aku dengan buah apel, ⊠â. Kalau di zaman sekarang, apel itu hubungannya bisa dengan urusan diet, apel untuk mengeluarkan batu empedu, apple cider vinegar untuk menurunkan gula, dsb., jadi banyak sekali pengertian apelâ; sedangkan pada pada zaman itu, apel tidak dimengerti sebagai makanan untuk kesehatan tapi lebih sebagai makanan untuk menyegarkan refreshing. Waktu dikatakan kekasihku seperti pohon apelâ, ini berarti sesuatu yang refreshing; dan secara rasanya, apel tidak membosankan, apalagi yang rasanya asam-asam segar. Apel memberikan rasa seperti itu, ada suatu kenikmatan dari rasanya, belum lagi baunya. Memang kita agak jarang membahas Alkitab ke arah sini, tapi ini puisi, jadi tidak menarik kalau membahasnya secara skolatis analitis, tidak masuk untuk Kidung Agung. Jadi di dalam apel, ada rasa taste, dan ada bau odour yang semerbak; dan dia menggambarkan kekasihnya seperti pohon apel yang berbau menyenangkan, dan memberikan rasa yang nikmat menyegarkan. Maksudnya, dia mau mengatakan, âsaya mau menikmati kekasihku seperti menikmati apel; kekasihku itu sesuatu yang saya bisa menikmatinyaâ. Cinta itu banyak berurusan dengan taste, bukan dengan intellectual cognition, intellectual comprehension; aneh sekali kalau menggambarkan cinta dengan gambaran seperti itu. Cinta adalah sesuatu yang dirasakan, sesuatu yang akan menyegarkan; maka waktu kekasihnya mengatakan âseperti bunga bakung di antara duri-duriâ, dijawab dengan âseperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutan, demikianlah kekasihku di antara teruna-teruna.â Seolah-olah mau mengatakan, yang lain-lain tidak terlalu menyegarkan, tapi bau semerbakmu menonjol, mengalahkan semua yang lain; dan rasamu berbeda dari semua pohon-pohon di hutan, teruna-teruna yang lainâ. Selanjutnya, ayat 3b, âDi bawah naungannya aku ingin duduk, buahnya manis bagi langit-langitku.â Ayat ini sangat menarik; mengapa? Karena, waktu di sini dikatakan oleh si perempuan âseperti pohon apel di antara pohon-pohon di hutanâ, kita yang laki-laki mendengar perempuan bicara begini, bisa langsung bereaksi ehâŠ, sebentar-sebentar, lu mau gigit gua, ya? ini cewek agresif, menakutkan, masaâ gua seperti pohon apel, emangnya gua bau apa, sihâ, dst. Kita merasa ini perempuan yang suka mendominasi; tapi kemudian Saudara lihat ayat 3b mengatakan, âdi bawah naungannya aku ingin duduk,â; dalam terjemahan Bahasa Inggris, âwith great delight I sat in his shadowâ. Istilah naunganâ di dalam terjemahan Bahasa Indonesia ini maksudnya adalah in his shadowâ. Ini mengingatkan kita, bahwa di dalam bagian awal perempuan ini hitam karena terbakar oleh sinar matahari, tapi kemudian di bagian ini dia mendapatkan perteduhan/bayangan shadow dari kekasih laki-lakinya. Indah sekali gambaran ini. Sangat kontras dengan gambaran waktu dia disuruh kerja oleh anak-anak laki-laki ibunya âyang bahkan dia tidak menyebutnya saudara laki-lakikuââ dan di sini dikontraskan dengan kekasih laki-lakinya yang memberikan kepadanya perteduhan sehingga dia bisa berada di naungannya. Ini adalah gambaran ketundukan submission sebetulnya. Ini bukan gambaran perempuan yang tadi kita antisipasi kayaknya ini perempuan agresifâ; ternyata, ini bukan perempuan yang seperti itu. Ini perempuan yang mau tunduk, yang bisa rileks, yang bisa membiarkan dirinya duduk di bawah naungan mempelai laki-laki. Kalimat selanjutnya, âbuahnya manis bagi langit-langitkuâ; di dalam Bahasa Inggris âIn its shade I delight to sit, Its fruit is sweet to my palateâ. Jadi, waktu perempuan ini dekat dengan kekasihnya, dia merasa mendapatkan perhentian, istirahat, relieve dari matahari yang terik itu; dan dia mengharapkan kehadiran suaminya di dekatnya, menyediakan refreshment seperti ini, menyegarkan dirinya. Tidak seperti pekerjaannya yang berat di bawah terik matahari dan tidak adanya belas kasihan para saudara laki-lakinya, kekasih laki-lakinya ini bukan demikian, perempuan ini bisa berteduh di bahwa naungannya. âBuahnya manis bagi langit-langitkuâ, sekali lagi di sini memakai metafor taste, yang sangat membawa kita kepada imajinasi sensual pleasure, kenikmatan secara indra, yang di sini dirayakan. Ini juga bisa ditafsir ke arah love making, apalagi di ayat 4 bicara tentang rumah pestaâ, âTelah dibawanya aku ke rumah pestaâ . Terjemahan Bahasa Indonesia ini tampaknya sangat âmoralâ, tapi kalau kita bandingkan dengan terjemahan Bahasa Inggris, ada yang menerjemahkan dengan house of wineâ ESV menerjemahkan mirip seperti Bahasa Indonesia banqueting house. Waktu dipakai terjemahan house of wineâ rumah anggur, apa maksudnya? Ini bukan bicara tentang tempat mabuk-mabukan lalu kehilangan kontrol diri âkalau seperti itu, jadi betul-betul carnal; tapi seperti kita baca di dalam pasal 1, âkarena cintamu lebih nikmat dari pada anggurâ, gambaran anggur ini dipakai dalam kaitan dengan cinta, dan bahkan love making. Jadi, rumah pesta, banqueting house, atau house of wine, jangan ditafsir ke arah mabuk-mabukan, tidak ada penguasaan diri, dsb.; ini sebetulnya adalah simbol dari cinta erotis. Ayat 4b dikatakan âdan panjinya di atasku adalah cintaâ; terjemahan Bahasa Inggris âhis banner over me was loveâ. Ada terjemahan lain, yang lebih sederhana dan mungkin lebih menolong kita untuk bisa mengerti, yaitu âhis intent for me is loveâ. Memang ini bahasa puitis, kita jadi bisa bertanya-tanya, apa maksudnya istilah panjinyaâ ini, kenapa bawa-bawa panji/bendera, dsb. Tapi yang dimaksud dengan panji/bendera di sini, bahwa tujuan, alasan, maksud, kemauan sang mempelai laki-laki ini adalah cinta. Jadi ayat 4 ini mau mengatakan tentang dibawa ke rumah pesta, rumah anggur, kemudian di sana menikmati hubungan yang intim antara suami dan istri. Inilah cinta yang lebih nikmat daripada anggur; anggur sangat nikmat, tapi cinta ini bahkan lebih nikmat daripada anggur. Di bagian berikutnya kita mendapati motif yang lain; ayat 5 âKuatkanlah aku dengan penganan kismis, segarkanlah aku dengan buah apel, sebab sakit asmara aku.â Ini bicara tentang refreshment lagi, sesuatu yang perlu disegarkan lagi. Mengapa perlu disegarkan? Dalam Bahasa indonesia dikatakan âsebab sakit asmara akuâ. Ini terjemahan yang baik, tapi dalam Bahasa Inggris sebetulnya lebih sederhana, âI am faint pingsan with loveâ âkarena sudah mau pingsan, maka perlu penyegaran. Apa artinya? Ada beberapa hal yang bisa kita tafsir di sini. Kismis anggur yang dikeringkan, pada saat itu dipercaya sebagai makanan yang bisa menstimulasi lagi, ini berarti rumah anggurâ sama sekali tidak bisa ditafsir sebagai kemabukan, karena jadi tidak cocok dengan kismisâ yang menstimulasi pikiran. Jadi ini tidak bicara tentang cinta yang liar; ini bicara tentang cinta yang tetap ada pengendalian diri. Meski ada pengendalian diri, itu bukan berarti tidak berani ada kenikmatan sensual sensual pleasure; inilah yang indah dari Kidung Agung. Kalau kita asketis, pietis, mungkin jadi susah mengertinya; akhirnya kita menafsir secara highly relligious, kita tidak berani mengatakan kalimat-kalimat seperti ini. Namun bagi Kidung Agung, tidak ada tension antara memuliakan Tuhan, menikmati ciptaan Tuhan yang juga memuliakan Tuhan, dengan menikmati sensual pleasure yang juga adalah anugerah Tuhan. Itu sebabnya di bagian ini, alih-alih bicara kemabukan, di sini bicara tentang penganan kismis, kue/cake, yang dipercaya meningkatkan kesadaran stimulating the mind. Bisa saja makanan ini jadi pengganti/substitusi karena kekasihnya sedang tidak ada bersama dengan dia, sebagai pengalih perhatian karena sakit asmara. Terlalu sakit, jadi perlu kue kismis untuk menggantikan, perlu buah apel untuk menggantikan. Tadi kita mengatakan buah apel sebagai sesuatu yang menyegarkan, dan kekasihnya seperti pohon apel ayat 3, maka waktu dikatakan perempuan ini mau makan buah apel, itu juga bisa dalam pengertian bahwa dengan makan buah apel, bisa menggantikan kehadiran suaminya, seakan-akan dia sedang menikmati suaminya. Sangat imajinatif yang dikatakan di sini, tapi kita tidak cukup waktu untuk membahas lebih detail lagi. Tadi kita mengatakan adanya gambaran perempuan yang tunduk; dan hal ini ditegaskan sekali lagi di ayat 6 âTangan kirinya ada di bawah kepalaku, tangan kanannya memeluk aku.â Sangat tidak tepat kalau Saudara mengerti ayat 3 tadi sebagai perempuan yang mendominasi, agresif, dsb., karena di ayat 6 ini dia menempatkan dirinya di dalam passive mode, dia resting di dalam pelukan sang kekasih. Di sini Richard Hess bicara tentang menyerah secara pasif passively yielding, ini adalah keanggunan perempuan. Perempuan, kalau mendominasi, suka perintah-perintah, bossy, dsb., itu jadi seperti monster gambarannya, mengerikan. Tapi di sini Saudara mendapati gambaran perempuan yang passively yielding. âTangan kirinya ada di bawah kepalaku, tangan kanannya memeluk aku.âDia memberikan suaminya untuk memimpin, dan dia menikmati rasa aman security dan kepercayaan trust yang disediakan oleh mempelai laki-laki. Dia bukan memosisikan diri sebagai yang mencari dan mengusahakan security and trust âperempuan yang seperti itu, sebetulnya kasihan, hidupnya pasti amat sangat lelah. Yang menyediakan security and trust adalah laki-laki, bukan perempuan. Perempuan adalah yang menikmati security, dan dia bisa fully trusting suaminya. Tentu saja suami yang tidak dipercaya, itu masalah. Suami yang tidak menyediakan security, tentu saja masalah, karena bagaimana mungkin perempuan bisa passively yielding kalau seperti itu. Ayat ini bukan hanya ayat yang menegur wanita, tapi menegur laki-laki juga. Betulkah laki-laki menyediakan tangan kirinya di bawah kepala perempuan, betulkah laki-laki menyediakan tangan kanannya untuk memeluk âini khotbah untuk laki-laki. Tapi di sisi lain, ini khotbah untuk perempuan juga; betulkah perempuan bisa menjadikan dirinya passively yielding seperti yang digambarkan di sini. Perempuan ini sudah mau pingsan karena sakit asmara, tapi kemudian dia memberi dirinya untuk dipeluk oleh suaminya. Terakhir, ayat 7 âKusumpahi kamu, puteri-puteri Yerusalem, demi kijang-kijang atau demi rusa-rusa betina di padang jangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya!â Apa artinya? Kenapa musti ada sumpah di sini? Dan terutama apa arti kalimat terakhirnya? Kehidupan saling mencintai, termasuk yang sampai melibatkan sensual pleasure, adalah sesuatu yang indah. Ini adalah karunia Tuhan Godâs gift, ini adalah keindahan ciptaan. Tetapi, ekstasi ini bukan sesuatu yang Saudara dan saya bisa permainkan, bukan untuk disalahgunakan. Ini adalah sesuatu yang suci, ini diberikan oleh Tuhan pada waktunya; maka dikatakan âjangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya!âDalam terjemahan Bahasa Inggris âthat you not stir up or awaken love until it pleasesâ. Apa yang dimaksud dengan itâ di sini? Yaitu cinta itu sendiri. Mengapa pakai itâ dan bukan Tuhanâ, bukankah lebih indah kalau pakai Tuhanâ? Sebetulnya, di sini Tuhanâ di-assumed, sedangkan cintaâ di sini seperti dipersonifikasi. Dalam mitos kuno, ada yang namanya Cupid, yang digambarkan sebagai laki-laki kecil, agak gendut, dan membawa anak panah; lalu orang yang kena anak panahnya, langsung merasakan cinta yang tak terkendali. Ini mirip dengan yang digambarkan tadi, menggerakkan cinta sebelum diingininyaâ; meski tentu saja kita tidak mengatakan ini fotokopi dari mitos Cupid. Jadi yang dimaksud di sini, cinta itu ada waktunya Tuhan memberikannya, dan kita jangan mendahului. Aplikasi sederhananya, jangan masuk kepada premarital sexual intercourse sebelum pernikahan, jangan membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya; segala sesuatu adalah di dalam waktunya Tuhan. Ini adalah pemberian dari Tuhan yang berdaulat itu; Tuhan akan memberikan pada waktunya, kita jangan mendahului Tuhan, karena mendahului Tuhan bisa menyebabkan kita hangus oleh hawa nafsu. Kalimat ini juga adalah penghiburan bagi Saudara yang merasa saya ini rasanya tidak diberikan karunia selibat, saya merasa harus nikahâ, dalam hal ini, tunggulah waktunya Tuhan, nanti Tuhan akan menyediakan pada waktunya, Saudara jangan mendahului waktunya Tuhan. Di sisi lain, tentu saja kita harus mengusahakan. Pemberian Tuhan? Benar, itu pemberian Tuhan; tapi ada tanggung jawab kita untuk mengusahakan juga. Waktu dikatakan di sini âKusumpahi kamu, puteri-puteri Yerusalem, demi kijang-kijang atau demi rusa-rusa betina di padang jangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya!â, ini bukan perkataan seorang perempuan yang sempit, yang tidak ingin orang lain punya pacar, tapi di dalam pengertian mau mengatakan bahwa hubungan cinta adalah sesuatu yang sangat suci. Betul ini adalah pemberian Tuhan, betul ini adalah karunia Tuhan yang indah di dalam ciptaan, di dalam dunia ini; tapi ini juga sekaligus adalah sesuatu yang sakral di hadapan Tuhan, bukan untuk dipermainkan. Saya berharap, kita yang sudah menikah ingat, bahwa kita bukan menikah untuk cari kesenangan kita sendiri, tapi kita ada janji di hadapan Tuhan. Pernikahan itu sesuatu yang suci. Memang Protestan tidak mengatakan pernikahan adalah sakramen, tapi bukan karena bukan sakramenâ lalu kita anggap pernikahan cuma sesuatu yang biasa-biasa saja, sama seperti saya makan, tidur, berak, dsb. âbukan demikian. Saudara jangan berpikir seperti itu. Pernikahan adalah sesuatu yang Tuhan sendiri menghargainya. Ini adalah Godâs beautiful gift, Saudara jangan mempermainkannya. Kiranya Tuhan memberkati kita semua. Ringkasan khotbah ini belum diperiksa oleh pengkhotbahMSGereja Reformed Injili Indonesia Kelapa Gading Translationsin context of "MEMBANGKITKAN CINTA" in indonesian-english. HERE are many translated example sentences containing "MEMBANGKITKAN CINTA" - indonesian-english translations and search engine for indonesian translations. â[Cinta] seperti kobaran api, nyala api Yah.ââKID. 86. 1, 2. Siapa yang bisa mendapat manfaat dari buku Kidung Agung, dan mengapa? Lihat gambar di atas. KEDUA mempelai saling menatap sambil tersenyum. Semua orang bisa melihat bahwa mereka sedang kasmaran. Penatua yang menyampaikan khotbah pernikahan melihat betapa mesranya mereka berpelukan, dan ia bertanya-tanya, âSeiring berlalunya waktu, apakah cinta mereka akan semakin dalam? Atau, malah perlahan-lahan sirna?â Jika suami dan istri benar-benar saling mencintai, hubungan mereka bisa bertahan bahkan dalam masa-masa yang paling sulit. Namun sayangnya, ada banyak suami istri yang menjadi tidak bahagia, lalu berpisah. Jadi, Saudara mungkin bertanya-tanya, âApakah cinta memang bisa bertahan lama?â 2 Bahkan pada zaman Raja Salomo, cinta sejati sudah langka. Apa yang terjadi? Salomo menjelaskan, âSatu pria [yang lurus hati] dari antara seribu telah kudapati, namun seorang wanita di antara semua ini tidak kudapati. Lihat! Hanya ini yang kudapati, bahwa Allah yang benar membuat manusia lurus hati, tetapi mereka mencari-cari banyak rencana.â Pkh. 726-29 Akibat pengaruh wanita-wanita amoral penyembah Baal di Israel, banyak orang Israel juga hidup amoral. * Karena itu, Salomo sulit menemukan pria dan wanita yang lurus hati. Tetapi, sekitar 20 tahun sebelumnya, sang raja menulis puisi, yaitu Kidung Agung, tentang seorang pria dan wanita yang memiliki cinta sejati. Entah kita sudah menikah atau tidak, melalui puisi itu, kita bisa memahami apa cinta sejati itu dan bagaimana kita bisa memperlihatkannya. CINTA SEJATI ITU BISA TERWUJUD! 3. Mengapa cinta sejati antara pria dan wanita bisa terwujud? 3 Baca Kidung Agung 86. Cinta digambarkan sebagai ânyala api Yahâ. Mengapa? Karena cinta sejati berasal dari Yehuwa. Sifat utama Yehuwa adalah kasih, dan Ia menciptakan kita dengan kesanggupan untuk meniru kasih-Nya. Kej. 126, 27 Setelah menciptakan manusia pertama, Adam, Yehuwa memberinya seorang istri yang cantik. Saat pertama kali melihat Hawa, Adam sangat bahagia sampai-sampai ia mengungkapkan perasaannya tentang Hawa dengan kata-kata puitis. Hawa pun merasa sangat dekat dengan suaminya karena Yehuwa memang menciptakan dia dari Adam. Kej. 221-23 Sejak awal, Yehuwa mengaruniakan kepada pria dan wanita kesanggupan untuk memiliki cinta sejati dan saling mengasihi selamanya. 4, 5. Ceritakan dengan singkat kisah dalam Kidung Agung. 4 Nyanyian dalam Kidung Agung dengan indah menggambarkan cinta sejati yang bisa terjalin antara seorang pria dan wanita. Nyanyian itu berisi kisah cinta antara seorang gadis dari desa Syunem, atau Syulem, dengan seorang gembala muda. Beginilah kisahnya Gadis itu bekerja di kebun anggur milik kakaknya. Raja Salomo dan prajuritnya berkemah di dekat situ. Ia terpikat melihat gadis itu dan memerintahkan para pelayan untuk membawanya ke perkemahan. Sang raja lalu memuji kecantikannya dan melimpahinya dengan hadiah-hadiah. Tetapi, gadis itu mencintai seorang gembala dan mengungkapkan kerinduannya untuk bertemu gembala itu. Kid. 14-14 Sang gembala mencari-cari dia lalu menyusulnya ke perkemahan. Sewaktu akhirnya bertemu, mereka saling menyatakan cinta dengan kata-kata yang indah.âKid. 115-17. 5 Sewaktu Salomo kembali ke Yerusalem, ia membawa gadis itu, dan sang gembala pun mengikutinya. Kid. 41-5, 8, 9 Apa pun yang Salomo lakukan dan katakan tidak bisa menggoyahkan cinta sang gadis terhadap sang gembala. Kid. 64-7; 71-10 Jadi, Salomo membiarkan dia pulang. Akhirnya, sang gadis Syulamit memanggil kekasihnya untuk berlari menyambutnya âseperti kijangâ.âKid. 814. 6. Mengapa agak sulit mengetahui siapa tokoh yang sedang berbicara dalam Kidung Agung? 6 Kidung Agung adalah sebuah nyanyian yang indah dan bahkan disebut âkidung paling agungâ. Kid. 11 Tetapi di dalamnya, Salomo tidak menyebutkan nama tokoh-tokoh yang sedang berbicara. Karena ingin menonjolkan keindahan puisi dan nyanyian tersebut, Salomo tidak menambahkan banyak perincian. Meski tidak ada nama dalam nyanyian itu, kita bisa tahu siapa yang berbicara dari apa yang dikatakan. * âPERNYATAAN SAYANGMU LEBIH NIKMAT DARIPADA ANGGURâ 7, 8. Bagaimana sang gembala dan sang gadis saling menyatakan rasa cinta mereka? Berikan contoh. 7 Sang gadis dan sang gembala saling mengungkapkan cinta mereka lewat kata-kata yang indah. Beberapa âpernyataan sayangâ mereka mungkin kedengaran aneh bagi kita karena ditulis lebih dari tahun yang lalu. Kid. 12 Tetapi, meski kebudayaan kita berbeda dengan mereka, kita bisa memahami perasaan mereka terhadap satu sama lain. Contohnya, sang gembala mengatakan bahwa mata sang gadis bagaikan âmata merpatiâ. Artinya, ia menyukai tatapan matanya yang lembut. Kid. 115 Dan, sang gadis mengatakan bahwa mata sang gembala juga indah seperti merpati. Baca Kidung Agung 512. Baginya, warna mata sang gembala bagaikan merpati biru keabu-abuan yang sedang mandi susu. 8 Sang gembala dan sang gadis saling memuji ketampanan dan kecantikan masing-masing, tetapi bukan itu saja. Misalnya, sang gembala menyukai cara berbicaranya yang lembut kepada orang-orang. Baca Kidung Agung 47, 11. Sang gembala berkata, âBibirmu meneteskan madu dari sarang lebah, oh, pengantin perempuanku. Madu dan susu ada di bawah lidahmu.â Baginya, kata-kata gadis itu manis dan enak seperti susu dan madu yang paling lezat. Sewaktu sang gembala mengatakan kepadanya bahwa âengkau sungguh jelitaâ dan âtak ada cacat padamuâ, yang ia maksudkan bukan hanya kecantikan sang gadis melainkan juga sifat-sifat baiknya. 9. a Cinta antara suami dan istri mencakup apa saja? b Mengapa penting agar suami istri saling mengungkapkan rasa sayang mereka? 9 Bagi suami istri yang melayani Yehuwa, perkawinan bukan hanya sebuah kontrak. Mereka benar-benar saling mencintai dan memperlihatkannya. Namun, cinta seperti apa yang harus mereka miliki? Apakah kasih yang rela berkorban bagi orang lain seperti yang Alkitab ajarkan? 1 Yoh. 48 Apakah itu kasih sayang yang kita rasakan terhadap keluarga kita? Ataukah itu keakraban antara dua sahabat? Yoh. 113 Apakah itu perasaan romantis? Ams. 515-20 Sebenarnya, cinta sejati antara suami istri mencakup itu semua, dan itu perlu diperlihatkan lewat kata-kata dan tindakan. Ya, hal itu sangat penting, tidak soal betapa sibuknya kalian, karena itu akan membuat kalian merasa aman dan bahagia dalam perkawinan. Dalam beberapa kebudayaan, pria dan wanita dijodohkan dan mereka tidak saling mengenal sebelum hari pernikahan mereka. Seraya mereka semakin mengenal dan mengasihi sebagai suami istri, mereka perlu menyatakan rasa sayang terhadap satu sama lain. Dengan demikian, mereka akan semakin akrab dan ikatan perkawinan mereka semakin kuat. 10. Apa manfaat lainnya jika suami istri saling menyatakan rasa sayang? 10 Ada manfaat lain jika suami istri saling menyatakan rasa sayang. Dalam nyanyian itu, Raja Salomo menawari gadis itu âperhiasan-perhiasan emas berbentuk lingkaran, dengan kancing-kancing perakâ. Ia memujinya dengan mengatakan bahwa sang gadis âjelita bagaikan bulan purnama, murni bagaikan matahari yang membaraâ. Kid. 19-11; 610 Tetapi, cinta sang gadis hanya untuk sang gembala. Apa yang membuatnya tetap setia kepada sang gembala? Apa yang menghiburnya sewaktu mereka terpisah? Baca Kidung Agung 12, 3. Ia ingat kata-kata cinta sang gembala yang membuatnya bahagia. Baginya, ungkapan sayang sang gembala âlebih nikmat daripada anggurâ, dan di istana, kata-kata tersebut menghiburnya bagaikan âminyakâ yang dituangkan di kepala. Mz. 235; 10415 Jadi, suami istri harus sering mengungkapkan rasa sayang kepada satu sama lain. Selain menumbuhkan kasih mereka, kenangan akan ungkapan sayang itu membuat cinta mereka tetap kuat. JANGAN BANGKITKAN CINTA âSEBELUM DIKEHENDAKIâ 11. Apa yang bisa kita pelajari dari kata-kata gadis Syulamit kepada wanita-wanita di istana? 11 Jika Saudara ingin menikah, apa yang bisa Saudara pelajari dari gadis Syulamit? Ia tidak mencintai Raja Salomo dan dengan tegas mengatakan kepada wanita-wanita di istana agar âtidak berupaya membangunkan atau membangkitkan cinta dalam dirinya sebelum dikehendakinyaâ. Kid. 27; 35 Jadi, Saudara hendaknya tidak terlalu cepat memutuskan untuk berpacaran dengan siapa saja yang mendekati Saudara. Saudara sebaiknya menunggu dengan sabar sampai menemukan orang yang bisa benar-benar Saudara cintai. 12. Mengapa gadis Syulamit mencintai sang gembala? 12 Mengapa gadis Syulamit mencintai sang gembala? Di matanya, sang gembala tampan seperti âseekor kijangâ. Tangannya kuat seperti âtabung emasâ, dan kakinya bagus serta keras seperti âpilar marmerâ. Tetapi, ia bukan hanya kuat dan tampan. Sang gadis tahu bahwa sang gembala mengasihi Yehuwa dan punya sifat-sifat yang bagus. Itulah yang membuat sang gembala istimewa di matanya, âbagaikan pohon apel di antara pohon-pohon di hutanâ.âKid. 23, 9; 514, 15. 13. Mengapa sang gembala mencintai gadis Syulamit? 13 Gadis Syulamit sangat cantik. Bahkan Raja Salomo terpikat olehnya, meski ia sudah punya âenam puluh ratu dan delapan puluh gundik serta gadis-gadis yang tak terhitung jumlahnyaâ. Apakah sang gembala mencintainya hanya karena ia cantik? Tidak. Gadis itu juga mengasihi Yehuwa dan memiliki sifat-sifat bagus. Contohnya, ia rendah hati dan menyamakan dirinya dengan bunga biasa, âtanaman kumkuma di dataran pesisirâ. Tetapi, bagi sang gembala dia bukan gadis biasa, dia âbagaikan bunga lili di antara lalang berduriâ.âKid. 21, 2; 68. 14. Jika kita ingin menikah, apa yang bisa kita pelajari dari sang gembala dan gadis Syulamit? 14 Yehuwa meminta hamba-hamba-Nya agar menikah hanya âdalam Tuanâ. 1 Kor. 739 Itu berarti kita hanya akan berpacaran atau menikah dengan seorang hamba Yehuwa yang terbaptis. Mengapa ini penting? Suami dan istri setiap hari harus menghadapi tekanan dalam kehidupan. Tetapi, jika keduanya punya hubungan yang akrab dengan Yehuwa, perkawinan mereka akan tenteram dan bahagia. Jadi jika Saudara ingin menikah, tirulah sang gembala dan gadis Syulamit. Carilah orang yang memiliki sifat-sifat bagus dan benar-benar mengasihi Yehuwa. Orang Kristen tentu tidak akan berpacaran atau menikah dengan orang yang bukan hamba Yehuwa yang terbaptis Lihat paragraf 14 PENGANTIN PEREMPUANKU SEPERTI âKEBUN YANG DIPALANGIâ 15. Bagaimana kesetiaan gadis Syulamit menjadi teladan bagi pasangan Kristen yang berencana menikah? 15 Baca Kidung Agung 412. Mengapa sang gembala menyamakan gadis Syulamit dengan âkebun yang dipalangiâ? Sebuah kebun dengan gerbang yang terkunci tidak terbuka untuk umum. Gadis itu sama seperti kebun itu karena dia hanya mencintai sang gembala. Karena akan menikah dengannya, dia tidak memedulikan perhatian sang raja. Karena tekadnya sudah bulat, dia seperti âtembokâ dan bukan âpintuâ yang mudah dibuka. Kid. 88-10 Demikian pula, pasangan Kristen yang berencana menikah hendaknya saling setia. Mereka tidak akan main mata dengan orang lain. 16. Jika Saudara sedang berpacaran, apa yang bisa Saudara pelajari dari Kidung Agung? 16 Sewaktu diajak jalan-jalan oleh sang gembala, sang gadis tidak diizinkan pergi oleh saudara-saudara lelakinya. Mereka malah menyuruh sang gadis untuk menjaga kebun anggur. Apakah mereka tidak memercayainya? Apakah mereka berpikir bahwa adik mereka dan sang gembala akan melakukan hal-hal yang amoral? Tidak. Mereka ingin melindungi adik mereka dari situasi yang bisa mengarah ke perbuatan salah. Kid. 16; 210-15 Jika Saudara sedang berpacaran, bagaimana Saudara bisa menghindari hal-hal yang bisa mengarah ke tindakan amoral? Sejak awal berpacaran, putuskan apa saja yang akan kalian hindari supaya hubungan kalian tetap bersih. Jangan pernah berduaan di tempat yang sepi. Tunjukkan rasa sayang hanya dengan cara yang patut. 17, 18. Apa manfaat pembahasan buku Kidung Agung bagi Saudara? 17 Yehuwa ingin perkawinan bertahan untuk selamanya. Ia ingin suami istri saling mencintai. Sewaktu menikah, mereka pasti saling mencintai. Tetapi, supaya pernikahan itu bertahan lama, mereka harus menjaga cinta mereka tetap kuat seperti nyala api yang tidak pernah berhenti berkobar.âMrk. 106-9. 18 Jika Saudara ingin menikah, carilah orang yang bisa benar-benar saudara cintai. Jika sudah menemukannya, kalian berdua harus berupaya mempertahankan cinta kalian tetap kuat. Seperti yang kita pelajari dari Kidung Agung, cinta yang sejati dan bertahan lama itu bisa terwujud, karena itu adalah ânyala api Yahâ.âKid. 86. 0views, 0 likes, 0 loves, 0 comments, 0 shares, Facebook Watch Videos from PIJAR TV: Ketika kita menjalani cinta di waktu yang belum tepat, maka kita PIJAR TV - Under Construction - Alkitab berkata, jangan bangkitkan cinta sebelum waktunya tiba Pacaran JELAS BANGET adalah sebuah tawaran yang sangat menyenangkan. Iya apa iyaaa??! Itu sebabnya pacaran adalah hal yang sangat penting. Tapi banyak yang menyalahartikan ke-penting-an ini, jadi pacarannya salah. Berikut gw kasih tahu fakta-fakta yang benar-benar harus kita pelajari! Kalo kamu masih SMA atau baru kuliah, dan kamu ber-pa-ca-ran, itu TIDAK AKAN bertahan lama. Nggak usah bela diri. Baca terus aja! Kedengerannya menyedihkan ya? Tapi kalo kamu nggak percaya sama fakta ini, pacaran akan merusak kamu perlahan-lahan. Berpacaranlah ketika kamu benar-benar dewasa dan semuanya siap. Siap menikah tentunya. 51 % dari pernikahan remaja berakhir dalam perceraian sebelum usia 24 tahun. Jangan langsung berpikir kalo kamu tidak akan termasuk dalam 51 % itu. Pikirkan lagi ya. Kalo kamu tidak menyadari bahwa hubungan pacaranmu tidak akan bertahan lama, kamu akan menyerahkan terlalu banyak energi, emosi, mental dan fisik untuk mempertahankannya. Kalo kamu ke-pede-an dengan berpikir bahwa hubungan pacaranmu akan bertahan lama dan dibawa sampai pernikahan, disitulah seks mulai masuk. Seks dijadikan perekatâ hubungan kalo hubungan itu mulai renggang. Jadi harus melakukan apapun yang dibutuhkanâ untuk memiliki beberapa menit keintiman PALSU. Setelah itu, kamu benar-benar hancur. Yang terakhir. Seberapa banyak yang kamu taruh ke dalam hubungan berpacaran, menentukan seberapa banyak itu akan menyakitkan ketika hubungan itu berakhir. Jadi, jangan lagi menyerahkan pikiran, tubuh, dan jiwa kamu sebagai uang muka untuk rasa sakitmu di masa depan. Inget ayat di Kidung Agung 27b â..jangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya!â artinya jangan membangkitkan cinta sebelum waktunya. Sabar yaaa.. Jangan buru-buru, santai aja. Karena hal ini sangat penting, Tuhan pasti sediakan yang terbaik. Tepat pada waktunya. Ok? Be loved!KepalaStaf TNI Angkatan Darat (KSAD) Jenderal TNI Pramono Edhie Wibowo melakukan peninjauan kesiapan pasukan penjaga perdamaian PBB, di Pangkalan Udara TNI AD Ahmad Yani, Semarang, Sabtu (27/4/2013). Pasukan yang berjumlah 120 personel itu akan dikirim ke Darfur, Sudan. Selain pasukan, ada tiga unit helikopter MI-17 yang akan dikirim.Pertanyaan Jawaban Penulis Menurut ayat pertama di kitab ini, Raja Salomo menulis Kidung Agung. Nyanyian ini merupakan satu di antara 1,005 yang telah dikarang oleh Raja Salomo 1 Raja-Raja 432. Arti "Kidung Agung" berarti kidung ini dianggap yang teragung; yang terbaik. Tanggal Penulisan Raja Salomo kemungkinan besar mengarang lagu ini di awal kekuasaannya sebagai raja. Estimasi kami sekitar 965 SM. Tujuan Penulisan Kidung Agung merupakan syair yang ditulis untuk mengungkapkan kedalaman cinta suami istri. Sajak ini juga menggambarkan pernikahan sebagai rancangan Allah. Seorang pria dan wanita harus tinggal bersama dalam konteks pernikahan, saling mencintai secara rohani, emosi, dan jasmani. Kitab ini melawan dua pola pikir ekstrim, yakni pertapaan paham yang menolak segala kenikmatan duniawi dan hedonisme paham yang mementingkan kenikmatan duniawi semata. Pola perkawinan yang dinyatakan dalam Kidung Agung merupakan suatu model tentang kepedulian, kesetiaan, dan kenikmatan. Ayat kunci Kidung Agung 27; 35; 84 - âJangan kamu membangkitkan dan menggerakkan cinta sebelum diingininya!â Kidung Agung 51 - âMakanlah, teman-teman, minumlah, minumlah sampai mabuk cinta!â Kidung Agung 86-7 - âTaruhlah aku seperti meterai pada hatimu, seperti meterai pada lenganmu, karena cinta kuat seperti maut, kegairahan gigih seperti dunia orang mati, nyalanya adalah nyala api, seperti nyala api TUHAN! Air yang banyak tak dapat memadamkan cinta, sungai-sungai tak dapat menghanyutkannya. Sekalipun orang memberi segala harta benda rumahnya untuk cinta, namun ia pasti akan dihina.â Rangkuman Sajak ini berbentuk dialog antara suami sang raja dan istrinya orang Sulam. Kita dapat membagi kitab ini menjadi tiga bagian pacaran/hal meminang 11-35; pernikahan 36-51; dan perkawinan 52-814. Lagu ini dimulai sebelum pernikahan, saat calon mempelai perempuan merasa rindu untuk bersama-sama dengan tunangannya. Ia berharap akan sentuhan intimnya. Akan tetapi, ia juga berharap cinta itu tumbuh secara alami. Sang raja memuji kecantikan gadis Sulam ini, mengatasi perasaan kurang percaya dirinya atas penampilannya. Gadis Sulam ini bermimpi bahwa ia kehilangan Salomo dan mencarinya di kota. Dengan bantuan penjaga kota, ia menemukannya dan segera bersamanya padanya, membawanya ke tempat yang aman. Di saat terbangun, ia mengulangi permintaannya supaya cinta itu tidak dipaksakan. Pada malam pernikahan, sekali lagi sang suami memuji kecantikan istrinya. Dalam bahasa simbolik, sang istri mengajak suaminya untuk mengambil bagian dari semua yang ia miliki. Mereka bercinta, dan Allah memberkati 'persatuan' mereka itu. Waktu perkawinan itu sudah dijalani, sang suami dan istri menjalani masa yang susah, yang diungkapkan melalui impian. Dalam impian keduanya, sang gadis Sulam memarahi suaminya dan pergi meninggalkannya. Dipenuhi rasa bersalah, gadis ini mencarinya di dalam kota. tKali ini, bukannya dibantu oleh penjaga kota, ia malah dipukul oleh mereka â simbolik atas hati nuraninya yang tersiksa. Kita menemukan akhir yang bahagia ketika mereka berdua akhirnya bersatu kembali dan didamaikan. Pada akhir lagu ini, baik suami maupun istri bangga dan tentram dalam hubungan cinta mereka. Mereka bernyanyi tentang kodrat cinta sejati, di mana mereka rindu untuk selalu berada di dalam hadirat pasangannya. Bayangan Beberapa penerjemah Alkitab menganggap Kidung Agung merupakan sebuah perwakilan simbolik akan Kristus dan gerejaNya. Kristus dianggap diwakili raja, dan gereja diwakili gadis Sulam. Walaupun kita percaya bahwa kitab ini harus dipahami secara harafiah tentang perkawinan, ada beberapa bagian yang sepertinya merujuk kepada Gereja dan hubungannya dengan rajanya, Tuhan Yesus. Kidung Agung 24 menggambarkan pengalaman yang dialami setiap orang percaya yang dicari dan dibeli oleh Yesus Kristus. Kita dikelilingi kekayaan rohani dan diliputi oleh kasihNya. Kidung Agung 216 berkata, "Kekasihku kepunyaanku, dan aku kepunyaan dia yang menggembalakan domba di tengah-tengah bunga bakung." Ini bukan hanya gambaran tentang tentramnya orang yang percaya di dalam Kristus Yohanes 1028-29, tetapi juga mengenai Gembala Baik yang mengenal dombaNya - orang percaya - dan memberikan nyawaNya bagi kita Yohanes 1011. Oleh karena Dia, kita tidak lagi ternodai oleh dosa, "cacat-cela" kita dihapuskan oleh darahNya Kidung Agung 47; Efesus 527. Praktek Dunia sedang bingung mengenai pernikahan. Meningkatnya perceraian dan upaya mendefinisikan ulang arti pernikahan sangat berbeda dengan apa yang digambarkan Kidung Agung. Pernikahan haruslah dirayakan, dinikmati, dan dihormati. Kitab ini memberi beberapa pedoman praktis untuk memperkuat pernikahan kita 1 Perhatikan pasanganmu. Sediakan waktu untuk benar-benar mengenal pasanganmu. 2 Dukungan dan pujian, bukannya kritik, merupakan hal yang terpenting bagi sebuah hubungan. 3 Nikmatilah pasanganmu. Rencanakan liburan bersama. Saling menyenangkan satu sama lain. Nikmatilah anugerah cinta kasih dalam pernikahan, pandang sebagai sebuah anugerah dari Allah. 4 Lakukanlah apa saja yang diperlukan untuk menguatkan komitmenmu kepada pasangan. Perbaruilah janji pernikahanmu; atasilah permasalahan dan jangan pernah menganggap bahwa perceraian merupakan solusi. Allah menghendaki supaya kalian berdua hidup dalam hubungan cinta yang penuh damai dan harmonis. English Survei Perjanjian Lama Kidung Agung . 321 316 368 383 105 269 351 218